Sabtu, 17 September 2016

BEKERJA DENGAN FASILITAS SENDIRI

Saat saya bergabung dengan suatu perusahaan multinasional China saya agak kaget karena fasilitas kerja yang diberikan sangat minim atau bahkan ada beberapa fasilitas untuk bekerja yang mungkin belum dapat disediakan (saya tidak berani berspekulasi bahwa perusahaan tidak memberikan), setelah saya bertanya kepada beberapa orang, saya mendapatkan jawaban konon katanya di China para karyawan membawa fasilitas untuk bekerja sendiri, dari mulai hal kecil dari mulai gunting, pulpen, pinsil, sampai bahkan ceritanya mereka membawa laptop dan printer sendiri.

Saya berpendapat wajar saja disana seperti itu, karena dengan jumlah penduduk yang sangat besar pastilah seseorang agak sulit mendapatkan pekerjaan, sehingga saat mereka mendapatkan pekerjaan mereka rela melakukan apapun, sehingga yang terjadikan disana semacam ikatan pengusaha sebagai tuan tanah yang kejam dan pekerja sebagai penggarap yang miskin (saya teringat buku "angsa-angsa liar karangan jung chang").

Karena saya belum pernah menghadapi hal seperti ini, hal ini sangat menarik perhatian saya, saya pun mencoba mencari tau dari segi hukum ketenagakerjaan di Indonesia, dan saya menemukan sebuah artikel yang cukup menarik yang ditulis Bpk Umar Kasim dalam sebuah artikel di hukum online (boleh ya pak saya kutip artikel bapak)  

"yang diperjanjikan dalam hubungan kerja (sebagaimana tertera dalam perjanjian kerja), -hakekatnya- hanyalah janji -untuk melakukan- pekerjaan sesuai dengan yang diperintahkan. Maksudnya, yang diperjanjikan adalah kesediaan karyawan untuk melakukan pekerjaanatas dasar perintah, baik yang tertera dalam perjanjian kerja -pada jabatan atau jenis pekerjaan yang ditentukan-, maupun yang dirinci lebih lanjut dalam peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB), atau yang detailnya dijabarkan dalam job description.
Dalam kaitan itu, hubungan hukum antara pengusaha dengan karyawan merupakan hubungan subordinasiatau hubungan “atas-bawah”, yakni hubungan antara atasan dengan bawahan (dientsverhoudings) untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan job-description yang berbeda dengan perjanjian kemitraan yang -bersifat koordinasi- atas dasar kesetaraan (partnership).
Permasalahannya, bagaimana melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja? Prasarana atau sarana apa yang digunakan melakukan pekerjaan, dan disediakan oleh siapa?
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 50 dan Pasal 54 jo Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan tersebut di atas, seharusnya semua fasilitas dan alat kerja (sarana/pra-sarana) disediakan pengusaha. Bahkan merupakan kewajiban serta tanggung jawabnya perusahaan". (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52d48502c0ab9/hukumnya-menyuruh-karyawan-membawa-alat-kerja-sendiri)

Tulisan tersebut sangat membuka wawasan saya, karena saya yakin banyak orang yang seperti saya tidak paham akan kewajiban perusahaan untuk menyediakan alat kerja, dan semua perusahaan yang berdiri di tanah Indonesia wajib untuk patuh akan aturan hukum Indonesia.

Dari segi kinerja pun mengakibatkan performa yang tidak maksimal (ini murni pengalaman pribadi), bagaimana karyawan bisa perform jika saat bekerja karyawan tersebut juga harus memikirkan alat kerja, saat akan print laporan ternyata tinta printer habis, kertas tidak ada, atau bahkan saat akan membuat laporan tidak ada peralatan yang dibutuhkan, hal ini menjadi “tantangan” tersendiri bagi karyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar